Rocky Gerung. Foto: Ricardo/JPNN |
Investigator-news.com - Komnas HAM telah membeberkan hasil penyelidikan tentang peristiwa tewasnya enam laskar Front Pembela Islam (FPI) di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek.
Banyak masyarakat berharap lebih kepada Komnas HAM atas hasil penyelidikan ini sebagai lembaga independen yang mengedepankan hak asasi manusia.
"Memang ada orang yang ingin langsung minta supaya Komnas HAM tunjukkan siapa pelakunya," kata Pengamat dan Filsuf Rocky Gerung di kanal pribadinya di YouTube Rocky, Sabtu (9/1).
Hal ini karena publik merasa ada informasi yang disembunyikan tentang kekerasan aparat sehingga mereka ingin Komnas HAM membuka informasi yang sebenarnya tentang kejadian itu.
"Itu karena publik berhak tahu. Kan sementara ini seluruh informasi tentang kekerasan aparat itu disembunyikan oleh negara."
"Jadi masuk akal kalau publik ingin keterbukaan yang maksimal, tetapi problem ini harus diselesaikan di dalam prosedur hukum yang tepat." katanya.
Meski menghargai kemarahan publik karena mungkin ada yang kecewa dengan hasil penyelidikan Komnas HAM, tetapi Rocky secara pribadi memberi apresiasi. Komnas HAM dinilai cerdik melakukan segala upaya memberikan informasi baru kasus tersebut.
"Jadi sambil menghargai kemarahan publik, saya juga memberi apresiasi pada usaha Komnas HAM untuk zig-zag secara cerdik agar supaya tetap bisa dihargai sebagai lembaga yang membela hak asasi manusia," ujarnya.
Minimal ada data baru dari Komnas HAM. Sebab, masyarakat tentu tidak bisa berharap Komnas HAM menjadi penyidik atau hakim. Komnas HAM tetap melakukan tugas negara yaitu membela hak asasi manusia.
"Jadi yang ditemukan Komnas HAM itu berguna sebagai pembuktian nanti di pengadilan. Namun, bagaimanapun itu sudah diucapkan, paling tidak ada pikiran alternatif di publik tidak sekadar versi dari negara," tuturnya.
Rocky juga meminta masyarakat untuk memahami Komnas HAM itu tidak mungkin independen sepenuh-penuhnya. Lantaran mereka dipilih secara politis. Komnas HAM kata Rocky juga punya acuan ke statuta internasional sehingga tetap dilindungi dengan dua cara. Yaitu dilindungi keyakinan masyarakat Indonesia sendiri. Juga oleh opini publik internasional.
"Nah, di dalam keadaan itu, Komnas HAM kadang kala perlu zig-zag. Karena kalau terlalu keras mungkin dia enggak bisa lagi mendapat legitimasi untuk bicara di publik internasional karena nanti ada sensor negara," pungkas Rocky Gerung.
Sumber: jpnn.com